Terima Kasih, Runa!
Runa Sayang....
Hari ini gerimis turun lagi. Mengguyur basah 'rumah'mu. Seperti ingin mengucapkan selamat tinggal. Membuatku semakin mengingat setiap detik kenangan kita. Dan kau juga yang memberikan semua hal yang terindah itu, dalam hidupku.
Runa....
Kadang kala, sebersit keinginan datang, setiap kali rindu begitu menyesak dada. Tapi sudah tak ada tempat, jika aku ingin berjumpa.
Oh ya, Mama baik, Runa. Dia titip salam sayang dan cintanya. Untuk satu hal ini pun, aku harus berterima kasih, karena kau telah mau 'membagi' semuanya padaku. Memberikan kasih seorang ibu, yang sangat kucintai.
Runa Sayang....
Daun-daun berguguran setiap hari. Terasa sepi sekali tanpamu. Bagai setengah nyawa hilang dari hidupku. Apakah kau juga? Padahal setiap hari aku ke sini. Kadang ditemani Mama, ditemani Gisela, atau juga Dave. Kau senang kan, mereka menemanimu?
Seperti juga waktu yang bergulir, aku berjanji tak akan membuatmu sepi. Aku bahkan masih selalu merasa kau di sampingku. Tertawa lepas berdua. Apalagi jika suasananya seperti ini. Gerimis yang turun satu per satu, seakan membentuk bayanganmu. Juga bayangan saat kita biasa menikmati dinginnya gerimis dengan senyum. Berteriak-teriak kesenangan seperti anak kecil. Aku rindu sekali.
Runa Sayang....
Andai kau ada di sampingku, mungkin saat ini, kita bisa ulangi hari-hari yang terlewat. Berdua bercanda tanpa peduli sekeliling kita. Apakah di sana kau mendengarnya, Runa?
***
"Sudah waktunya pulang, Sil."
Aku mendongak. Seorang gadis tegak berdiri di sampingku dengan wajah cemas. Aku tersenyum tipis.
"Sudah sore, Sil. Kau bisa melanjutkan kapan saja, jika masih ada yang ingin kau sampaikan."
Aku menggeleng. Menaburkan bunga terakhir yang masih tersisa dan menyiramkan semuanya dengan air.
"Terima kasih mau menemaniku."
"Jangan melampiaskan kesedihan dengan datang setiap hari ke sini, Sil. Runa pasti tidak akan senang melihatmu seperti ini."
"Gis?"
"Kalau kau masih seperti ini, aku tak mungkin meninggalkanmu. Ikutlah ke Jerman, Sil. Kau bisa melupakan semuanya walaupun sejenak."
"Aku tak bisa meninggalkan Mama."
"Juga Dave?"
Aku tersenyum kecut.
"Kau pikir, apa masih ada yang tersisa?" Aku menggeleng. "Mungkin hanya ilusiku, tapi... setiap melihatnya berjalan, aku selalu merasa kalau Runa ada di sampingnya. Setiap Dave pergi, bayangan Runa selalu mengikutinya. Masihkah kau katakan, kami bisa bersama?"
"Tapi setidaknya, kalian saling mencintai, Sil." Gisela menatapku lembut. "Kau tahu apa yang dikatakannya padaku kemarin?"
Aku menggeleng lemah.
Gisela tersenyum, memeluk bahuku lembut. "Dia bilang, akan menjagamu selama hidupnya. Hei, aku terharu sekaligus bahagia mendengarnya. Dan aku yakin, Runa pasti sependapat denganku. Raihlah kebahagiaanmu, Sil!"
Aku termangu. Tanpa sadar, butiran kristal mengalir deras dari kedua mataku. Apakah kau juga mendengarnya, Runa?
"Lusa aku kembali. Kau ingin ikut? Mom pasti senang melihatmu lagi."
"Gis, terima kasih."
"Itu gunanya sahabat, kan?"
Aku tersenyum. Perlahan memutar tubuhku, melihat di kejauhan onggokan tanah yang masih merah. Aku bergumam pelan. Selamat tinggal, Runa!
***
"Sisil...."
Sesosok tubuh menerjang masuk, di antara rinai gerimis. Dengan baju basah kuyup, berdiri di depanku dengan bibir tersenyum. Aku tertegun. Dave?
"Ayo, ikut aku," katanya sambil menyeret tanganku agar mengikutinya. Baru beberapa meter dia berhenti, dan berpaling menatapku.
"Sama, kan?" teriaknya. "Jadikan aku pengganti Runa. Begini, kan?" tanyanya sambil berteriak-teriak di tengah jalan. Menyipratkan air ke semua tubuhku. Aku terdiam. Menggigit bibir, berusaha menahan isak yang hampir terdengar. Membiarkan titik-titik air membasahi wajahku.
"Sisil?"
"Sudahlah! Cukup, Dave."
"Jangan disimpan sendiri. Beginilah kesedihanmu denganku. Ya?"
"Dave?"
"Berikan aku kesempatan. Kita ulangi semuanya dari awal lagi. Maukah?"
Aku terdiam. Bayangan Runa terlihat lagi. Di antara rinai gerimis, di antara ranting-ranting basah, di antara desau angin, tersenyum lembut ke arahku. Inikah yang kau inginkan, Runa?
"Maukah?"
Aku mengangguk pelan.
Sesaat kemudian, dia telah merangkulku dalam dekapannya yang hangat.
TAMAT
Senin, 20 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar