Senin, 20 April 2009

Maafkan Aku, Sisil!



"Sil, ya ampun. Dari mana saja, sih?" Gisela menyambutku begitu aku turun dari taksi. "Tante tadi panik sekali."
"Ada apa?" tanyaku cemas. "Mama di mana sekarang?"
"Rumah sakit. Ada telepon, katanya Runa kambuh lagi."
"Apaaa?! Apa Mama bilang, operasi?" tanyaku gugup.
"Aku tak tahu, Sil. Kau ingin ke sana?"
"Ayo, naik taksi saja, ya? Situasi seperti ini, aku cepat kalut kalau mengemudi."
"Sil?"
"Aku takut sekali, Gis. Firasatku sangat jelek!"
"Tenang, Sil. Runa pasti baik-baik saja."
Aku selalu berharap begitu. Tapi melihat badannya menurun dengan cepat, rambut terus rontok, dia begitu lemah, membuatku selalu merasa takut, saat itu akan tiba!

***

"Sil?"
"Bagaimana Runa, Ma? Di mana dia?"
Mama memelukku erat. "Dokter Bram sedang berusaha, Sayang. Berdoa saja, ya? Mama takut sekali, Sil!"
"Ma?"
Pintu kamar Runa terbentang lebar. Dokter Bram membentangkan kedua tangannya, sambil meminta maaf pada Mama. Aku menatap tak percaya.
Tidak, Tuhan....
Jangan kau ambil dia! gumamku dalam hati.
"Sekarang masih ada waktu, kira-kira tiga hari lagi."
"Dokter, kumohon dicoba lagi," pintaku.
"Sil?" Gisela memelukku lembut. "Beliau pasti sudah berusaha."
"Ini salahku!"
"Sil...." Dave berlari keluar memanggilku. "Runa mencarimu. Cepatlah!"
Aku berlari masuk ke ruang Gawat Darurat. Menghampiri ranjang Runa.
"Sisil...."
"Aku di sini, Run. Jangan cemas. Aku tak akan meninggalkanmu." Kugenggam kedua tangannya erat. Aku mendesah sedih, saat tangannya mulai terasa dingin, ketika kusentuh. Tanpa sadar butiran hangat mengalir deras membasahi kedua pipiku. Aku menggigit bibir, menahan isak agar tak terdengar oleh gadis itu.
Runa tersenyum. Tangannya terangkat, menghapus airmata di kedua pipiku.
"Jangan menangis, Sil."
"Aku... ah, Run... bertahanlah!"
"Kemarin aku mimpi bertemu Papa, Sil." Runa tersenyum. Matanya menerawang ke atas. "Papa bilang 'Di sini damai sekali, Sayang'. Aku sudah lelah, Sil. Ingin ikut Papa."
"Jangan tinggalkan aku!"
"Sil, maafkan aku, ya?" Runa menatapku dengan sedih. "Maaf, karena telah membuatmu sedih. Aku egois, ya? Menghancurkan cinta kalian," katanya dengan suara terbata-bata. "Aku sudah merebut Dave darimu!"
Aku menggeleng berulang kali.
"Jangan katakan apa pun, Run. Aku sayang kau."
"Suratmu sudah kubaca, Sil. Indah sekali. Makasih, ya?"
"Kalau sudah sembuh, kita akan melakukannya lagi, jika gerimis datang. Seperti dulu."
"Aku sudah tidak kuat, Sil. Kalau terjadi apa-apa, tolong jaga Mama, ya?"
Aku mengangguk beruntun.
"Sil, maukah kau memenuhi permintaanku?"
"Ya."
"Kembalilah pada Dave. Dia sangat mencintaimu!"
"Runa?!"
"Kenapa kau selalu berkorban untukku?" Runa memandangku sedih. "Kalau kau katakan sejak awal, aku tak akan menyita seluruh waktunya untukku. Maafkan aku dan Mama ya, Sil?"
Aku mengangguk lemah.
"Katakan pada Mama, aku sayang padanya."
"Mama pasti tahu itu, Run."
"Aku sekarang ingin tidur. Besok bangunkan aku, ya?"
Aku mengangguk lagi.
"Jangan lupa ya, Sil?"
"Iya. Aku janji."

Tidak ada komentar: